Dilematika Penegakan Hukum

Sering kita menghujat para penegak hokum, istilah mafiah peradilan, mafiah perkara, mafiah kasus dan bahkan sampai kepada ancaman pemutiahan aparat penegakan hokum yang terkopti dengan mafia-mafiah itu. Penghujatan yang demikian sungguh sangat rasional jika dibaringi dengan instrument hokum yang yang benar pula, demikian juga mafiah-mafiah itu akan terpupuskan jika mentalitas masyarakat kita tidak memeberikan peluang yang seluas-luasnya kepada penegan untuk melakukan mafiah itu.
Banyak hal yang terjadi, bukan mafiah pajak saja, persoalan penerimaan pegawai negeri sepil, penerimaan penerimaan tentara, kepolisian, bahkan pegawai swasta pun tidak terlepas dari lilitan ini. Masyarakat dengan mentalitas tidak percaya diri dalam berkopetisi sesuai dengan konpetensi sumberdaya yang dimilkinya menjadi peluan untuk menempuh jalur lain agar diloloskan, walaupun dengan menanggung resiko dengan jalan penyuapan. Oleh karena itu, sungguh sangat naïf jika hal ini kita tuduhkan sepenuhnya kepada penaegak hokum. Di samping itu, pemeberian fasilitas dan kesejahteraan pemerintah kepada penegak hokum kurang mendukung pelaksanaan tugas, menjadi peluang terjadi penyimpangan. Demikian juga para penegak hokum berhadapan dengan sebuah kepentingan politik yang sewaktu-waktu mengintervensi fungsi dan tugas mereka. Hal menunjukkan bahwa teori independensi akan berlaku jika para penegak hokum berhadapan dengan kasus-kasus yang tidak menyentuh kekuasaan.

0 komentar:

Posting Komentar