Terdapat berbagai pandangan bahkan menjadi bahan polimik tentang wajah hukum nasional kita. Ada pandangan bahwa hukum nasional kita tidak memiliki identitas, karena dia bersumber dari berbagai sistem hukum, sehingga dipertanyakan apakah sistem hukum nasional kita menganut civil law system atau common law system atau Islamic law system. Realitas menunjukkan bahwa ketiga sistem hukum tersebut menjadi sumber hukum nasional. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam penegakannya sangat bervariasi. Di satu sisi penegak hukum dituntut untuk menegakkan hukum berdasarkan aturan-aturan hukum yang tertulis di sisi satu sisi yang lain penegak hukum tuntut untuk tidak secara an sih menjadi hukum tertulis sebagai satu-satunya hukum dalam penegakan hukum. Akibat dari variasi sistem hukum yang digunakan, pencuri sandal yang dituduh oleh seorang oknom polisi, pencuri empat buah coklat, dan pencuri dua semangka yang semuanya adalah masyakarat kecil plus miskin dijerat dengan hukuman penjara. Akibatnya terjadi cemohan yang dilontarkan oleh masyarakat, hakim tidak adil, hakim dan penegakan hukum lainnya pemakan suap, sehingga menghukum masyakat miskin, dan membebaskan para koruptor yang mengambil keuangan negara dengan jalan haram. Rasa keadilan masyarakat tercabik-cabik karena mengutamakan rasa kepastian hukum, keberpihakan hukum kepada masyarakat elit yang dominan dengan mengabaikan kepentingan masyarakat bawah.
Kevariasian penegakan hukum tersebut, membuat sekelompok masyarakat menginginakan untuk menggunakan pendekatan hukum agama sebagai solusi dalam penegakan hukum. Maka timbul perbuatan melawan hukum dengan alibi penegakan hukum karena tidak sesuai dengan norma hukum agama dan etika dan moral agama.
0 komentar:
Posting Komentar