Arah Kiblat Masjid-Masjid di Kota Ambon 75 % Menyimpang

A. Arah Kiblat Kota Ambon
Geografis kota Ambon berdasarkan data Departemen Agama RI 128º 14’ BT dan 3º 42’ LS. Data geografis tersebut menjadi dasar untuk menentukan berapa besar arah kiblat kota Ambon, dan data tersebut dijabarkan dalam rumus arah arah kiblat sebagai berikut:
Posisi geografis kota Makah: 21º 25’ LU dan 39º 50’ BT Langka penyelesaiannya digunakan ketiga rumus, yaitu rumus sinus dan Cosinus, rumus Analogi Napier dan rumus Cosinus dan sudut pembantu.
Hasil dari ketiga rumus tersebut menentukan bahwa arah kiblat kota Ambon adalah 68° 32’ dari arah Utara ke arah Barat atau 90º - 68° 32’ = 21º 28’ dari arah Barat kea rah Utara dengan pengertian lain bahwa besar azimut arah kiblat kota Ambon 291º 28’
Dari data tersebut menjadi dasar dalam menetapkan arah kiblat bangunan masjid di kota Ambon.
B. Cara Mengukur Arah Kiblat
Masjid sebagai suatu bangunan permanen mempunyai beberapa fungsi, salah satu di antaranya sebagai tempa shalat, tentunya dituntut untuk mengukur secara benar dan tepat arah kiblatnya. Keselahan mengukur arah kiblat masjid berarti secara terus menerus, selama bangunan itu dipakai untuk shlat, telah mengarahkan orang-orang shalat ke arah yang bukan arah kiblat shalat. Sangat riskan bila shalat berjama’ah, kesalahan itu berakibat makmun lebih ke depan dari pada imam shalat..
Arah kiblat masjid-masjid yang di bangun di kota Ambon dan sekitarnya kebanyakan arah kiblatnya tidak atau terjadi penyimpangan menurut perhitungan yang didasarkan data pada dagta geografis kota Mekkah dan kota Ambon. Hal ini sesuai dengan hasil temuan di lapangan.
Berdasarkan data Kantor Wilayah Agama Tahun 2005/2006 Jumlah Masjid di kota Ambon sebanyak 101 buah. Dari jumalah tersbut, 16 buah masjid yang dijadikan sampel. Hasil yang ditemukan di lapangan 12 buah masjid arah kiblatnya tidak sesuai dengan hasil perhitungan arah kiblat kota Ambon.Hal ini dilihat pada table di bawah ini. Arah kiblat berdasarkan besar azimuth yang dihitung berdasarkan arah jarum jam dimulai dari titik Utara.
NO NAMA MASJID KENYATAAN SEHARUSNYA PENYIMPANGAN

1. Al Fatah 291° 28’ 291° 28’ 0° 00
2. AnNurBatumerah 291° 28’ 291° 28’ 0° 00
3. Jami’i 301° 28 291° 28' 10° 32’U
4. Al Hijrah 303° 291° 28' 11° 32’U
5. Amal Shaleh 281° 28’ 291° 28' 10° 00’S
6. Alim Pattimura 280° 28’ 291° 28' 09° 00’S
7. Al Ikhlas 291° 28’ 291° 28’ 0° 00’
8. Manusela 276° 32’ 291° 28’ 14° 56’S
9. Mustakim 274° 28’ 291° 28’ 17° 00’S
10. Mardatillah 270° 291° 28’ 21° 00’S
11. Masjid Kapaha 291° 28’ 291° 28’ 0° 00’
12. Masjid Rinjani 278° 28’ 291° 28’ 13° 00’S
13. Masjid Ahuru 280° 28’ 291° 28’ 11° 00’S
14. Masjid Wara 274° 28’ 291° 28’ 17° 00’S
15. Sin Alauddin 280° 28’ 291° 28’ 11° 00’S
16. Tanjung Batumerah 280° 28’ 291° 28’ 09° 00’S

Pengukuran arah kiblat pada masjid-masjid yang dijadikan sampel dengan menggunakan alat, tongkat istiwa, dan kompas.
Untuk mengkonfermasi bagamana cara menentukan arah masjid yang dibangun ada 4 dasar yang dijadikan pedoman..
Pertama, karena Makkah berada di Barat maka mengukur arah kiblat cukup dengan menentukan arah barat dan timur. Dapat juga ditentukan berdasarkan tempat terbenam matahari. Pandangan semacam ini sangat beralasan berdasarkan realitas dan kebiasaan yang dialami sampai kini.
Kedua, mengukur masjid cakup menghadap ke Barat dengan mengarahkan badan sekitar 5 derajat ke Utara. Hal ini berdasarkan ajaran yang didapatkan dari orang yang mempunyai kemampuan memahami agama terutama dalam konteks shalat. Pandangan tersebut dapat diterima, bila daerah atau tempat yang ditentukan arah kiblatnya itu berada di bagian Selatan kota Makkah. Sedang untuk daerah yang berda di bagian Utara kota Makkah pendangan tersebut tidak dapat dijadikan dasar.
Ketiga, menentukan arah kiblat adalah suatu keyakinan bahwa di mana saja kita berada di sana ada Allah. Keyakinan seperti ini sering dilontarkan bagi mereka yang memahami prinsip syar’i dalam kondisi tidak tahu geografis tempat tersebut. Pandangan yang demikian juga, bila di dasarkan pada persoalan hukum dikatagorikan dalam konteks rukhsah.
Perlu dipahami bahwa konteks di manapun kamu berada di situ ada wahjah Allah, ini terkait dengan persoalan aqidah. Aqidah sebagai landasan spiritual untuk mengkaji dan memahami ayat-ayat kauniyah dan sebagai alat control dalam melakukakan aktifitas di dunia ini. Ini berarti konteks di manapun kamu berada di situ ada Allah bersifat umum, sedangkan landasan wahyu yang secara khusus memerintahkan untuk menghadap ke Masjid al Haram sebagai patokan kiblat bagi umat Islam dalam melakukan ibdah shalat. Menurut teori hukum, kaedah yang bersifat khusus didahulukan penerapannya dari kaedah yang bersifat umum.
Keempat, pengukuran didasarkan titik kordinat kota Makah dengan dasar azimuth. Pengukuran dengan dasar ini sering digunakan dalam pembangunan masjid di kota Ambon pada masa sekarang. Namun, masih terjadi penyimpangan dalam penentuannya. Hal ini disebabkan karena alat ukur yang digunakan adalah kompas, yang sangat mini. Di samping itu orang yang dimintai untuk menentukan arah kiblat tersebut belum memahami secara benar penggunaan kompas tersebut, dan tidak memahami letak azaimut arah kiblat kota Ambon.
Menurut Abdullah Soulisa masjid yang diukur didasarkan pada perhitungan geografis kota Ambon hanya Al Fatah. Alat ukur yang digunakan adalah tedoloit, yang didatangkan dari Institut Teknologi Bandung.
A. Rays Atamimi berpandangan bahwa, pengukuran arah kiblat masjid selama ini, tidak berdasarkan pada ketentuan yang ditetapkan oleh Kanwil Agama propinsi Malaku. Hal ini disebabkan masyarakat Ambon selalu mengikuti pendapat orang yang dipandang memiliki pengetahuan agama terutama ulama yang dikultuskan. Walaupun ulama tersebut tidak mempunyai kapasitas pengetahuan untuk itu. Selanjutnya dikatakan bahwa penentuan arah kiblat masjid di kota Ambon yang dilakukan oleh masyarakat muslim selama ini, karena Makkah berada di bagian barat, maka posisi arah kiblat masjid mengarah ke barat, karena itu, apabila diukur tentunya terjadi penyimpangan yang signifikan.
Dari ke 16 buah masjid tersebut, yang tepat arah kiblatnya hanya empat buah, yaitu masjid Al FAtah, Masjid An Nur Batumerah, Masjid Kapaha dn Masjid Al Ikhlas Sungguh sangat menakjubkan, bahwa Masjid An Nur Batumerah yang dibangun pada tahun 1816 yang sampai kini telah mengalami tiga kali direnofasi, penetapan arah kiblatnya sangat tepat. Tentunya ulama yang mengukur Masjid tersebut memiliki pengetahuan perbintangan dan geografis. Masjid al Ikhlas merupakan hibah dari Abuha Tuasikal, yang pengukuran arah kiblatnya menggunakanalat ukur kompas.
Dari keempat cara dalam mengukur arah kiblat masjid di kota Ambon hanya dua cara yang dijadikan dasar, yaitu pertama dengan petunjuk arah barat atau arah terbenamnya matahari. Kedua keyakinan bahwa Allah itu berada di mana saja, oleh karena itu menghadap kiblat ke Masjid al Haram bukanlah suatu yang harus pasti, tetapi cukup dengan mengarahkan muka ke arah yang sejajar dengan Masjid al Haram.
Keterbtasan pemahan tentang posisi arah kiblat di wilayah kota Ambon dan sekitarnya dapat mempengaruhi penentuan dan cara mengukur arah kiblat pada sebuah masjid. Keterbatasan pemahaman tersebut menunjukkan bahwa masyarakat muslim kota Ambon tidak mempunyai pengetahuan hisab arah kiblat, jika ada sangat terbatas.
Berdasarkan pandangan-pandangan infomen tersebut dapat dipahami bahwa masyarakat muslim kota Ambon dalam membangun masjid tidak terikat dengan berapa besar posisi arah kiblat kota Ambon. Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan arah kiblat masjid-masjid di kota Ambon.

Bidik Bibit Candra

putusan diponering kasus Bibit-Chandra sebagai suatu langkah taktis kejaksaan anggung. persoalannya mengapa upaya hukum ini baru dilakukan?. apakah benar dengan menlanjutkan kasus Bibit-Chandra kepentingan umum akan terganggu, atau mengganggu kestabilan nasional. Jika ia, adakah institusi negara dibalik semua itu, atau karena kepentingan institusi kejaksaan dan institusi KPK? tidak salah pernyataan jika hukum berhadapan dengan kekuasaan maka hukum itu lumpuh. dominasi kekuasaan mempertontonkan kelemahan penegakan hukum. Hukum hanya diperuntukan kepada mentan-matan pejabat, atau kepada masyarakat yang mencuri sebuah coklat atau sebuah semangka. kapan hukum menjadi alat kontrol sosial dan rekayasa sosial. apakah Teori Resco Pound tersebut hanya diperuntukan kepada masyarakat yang tidak atau kurang memilki otoritas dalam negara.
Kejaksaan agung dengan ototiritasnya secara gamblang menyatakan untuk menjaga stabilitas neasional kasus bibit chandar dihentikan. masyarakat berspekulasi, ada bahwa antra institusi kejaksaan dan KPK saling menggerogiki. ada intervensi dari lembaga eksekutif dalam kasus tersebut. walaupun kesemua itu dilakukan, status bibit dan candra masih terdapat pertanyakan apakah mereka tidak bersalah atau masih diduga tidak bersalah. untuk menjawab pertanyaan itu, maka sebaiknya kasus bibit chandra diputuskan di depan pengadilan.